Home / agama / Tips Menyikapi Utang Orang Tua dalam Islam

Tips Menyikapi Utang Orang Tua dalam Islam

Apakah Anda termasuk anak yang merasa terbebani dengan hutang orang tua? Lantas apa hukum melunasi hutang orang tua dalam Islam? Yuk simak tips melunasi hutang orang tua dalam Islam yang akan dijelaskan dalam artikel berikut ini.

Gaji Suami Habis untuk Bayar Utang Orang Tua

Urusan utang orang tua di Indonesia tetap menjadi topik yang jarang diekspos. Padahal nyatanya banyak keluarga di negara ini yang terperangkap masalah ini. Tidak jarang masalah ini membuat perpecahan bahkan perselisihan didalam keluarga.

Sebagai contoh, mari kita dengar curhatan salah satu ‘korban’ berikut ini,

Dikutip dari Radar Surabaya, Karin yang berumur 28 mendapat kejutan dari suaminya, Donwori (35). Kejutan tersebut adalah pemberitahuan jika suaminya tidak akan memberi nafkah sepanjang satu tahun.

Hal ini disebabkan karena uang gaji suaminya telah otomatis masuk ke rekening ibunya. Sebagai kakak tertua, Donwori mempunyai beban tersendiri untuk menanggung utang keluarga peninggalan ayahnya.

Ini tentu mengejutkan Karin. Dia tentu tidak terima. Menurutnya, suami mempunyai kewajiban untuk menafkahi istri dan juga anak-anaknya. Kewajiban ke orang tua telah gugur. Donwori jadi menelantarkan istri demi utang orang tua.

Menjadi tidak adil bagi Karin karena suaminya tidak jujur sejak sebelum mereka menikah jika dia mempunyai tanggungan. Bahkan, tanpa rasa bersalah, Donwori berharap Karin untuk menanggung nafkah keluarga.

Akhirnya sepanjang satu tahun, nafkah keluarga Karin yang mencukupi. Suaminya pun makan ikut dia. Mulai dari uang bensin sampai uang ngopi juga. Pada bulan-bulan berikutnya, utang orang tua Donwori telah lunas semuanya. Tidak seperti yang diinginkan, setelah kewajiban bayar utang tuntas, Donwori masih tidak memberi nafkah. Kelalaian ini diteruskan sampai nyaris 1/2 tahun berlalu.

Karena telah habis kesabaran, Karin pada akhirnya mengajukan gugatan cerai. Dari masalah diatas tentu kita belajar banyak. Bahwa membahas keuangan dari awal pernikahan itu benar-benar perlu, bahkan jika masalah ‘warisan’ utang. Masalah keuangan bisa saja berujung perceraian.

Apakah Anak Wajib Membayar Utang Orang Tua?

Orang yang meninggal didalam kondisi mempunyai utang, benar-benar wajib hukumnya untuk segera dibayarkan utang tersebut dari harta orang yang meninggal. Hal ini seperti yang dijelaskan Allah pada beberapa bagian waris, Allah ta’ala berfirman:

مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ

“(itu dilakukan) setelah dijalankan wasiat dari harta atau setelah dijalankan utang” (QS. An Nisa: 11).

Maka uang peninggalan orang yang meninggal wajib untuk digunakan membayar utang-utangnya terutama dahulu sebelum saat dibagikan kepada pakar waris. Al Bahuti mengatakan:

ويجب أن يسارع في قضاء دينه، وما فيه إبراء ذمته؛ من إخراج كفارة، وحج نذر، وغير ذلك

“Wajib menyegerakan pelunasan utang mayit, dan seluruh yang berkaitan pembebasan tanggungan si mayit, layaknya membayar kafarah, haji, nadzar dan yang lainnya” (Kasyful Qana, 2/84).

Apabila jumlah uangnya telah habis dan masih mempunyai utang, maka wajib menjual aset-aset punya orang meninggal tersebut untuk membayar utangnya.

Syaikh Muhammad Mukhtar Asy Syinqithi mengatakan:

فإذا مات الوالد أو القريب وقد ترك مالاً أو ترك بيتاً ، وعليه دين : فيجب على الورثة أن يبيعوا البيت لسداد دينه ، وهم يستأجرون

“Jika seorang anak meninggal atau seorang kerabat meninggal, dan ia meninggalkan harta atau rumah, sedangkan ia mempunyai utang. Maka wajib bagi ahli waris untuk menjual rumahnya untuk melunasi utangnya, walaupun mereka tengah menyewakannya” (Syarah Zadul Mustaqni).

Anak Tidak Wajib Menanggung Utang Orang Tua

Apabila uang peninggalan orang yang meninggal telah habis dan seluruh aset juga telah habis, maka tidak ada kewajiban bagi ahli waris untuk melunasi.

Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan:

فَإِنْ لَمْ يَخْلُفْ تَرِكَةً، لَمْ يُلْزَمْ الْوَارِثُ بِشَيْءٍ؛ لِأَنَّهُ لَا يَلْزَمُهُ أَدَاءُ دَيْنِهِ إذَا كَانَ حَيًّا مُفْلِسًا، فَكَذَلِكَ إذَا كَانَ مَيِّتًا

“Jika mayit tidak meninggalkan harta waris sedikitpun, maka pakar waris tidak mempunyai kewajiban apa-apa. Karena mereka tidak wajib melunasi utang si mayit andai ia bangkrut saat masih hidup, maka demikian juga, mereka tidak wajib melunasinya saat ia telah meninggal” (Al Mughni, 5/155).

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah menjelaskan: “andaikan mayit mempunyai utang 1000 dan warisannya 500, maka pakar waris tidak boleh dituntut untuk membayar lebih dari 500 itu.

Karena tidak ada harta si mayit yang ada di tangan mereka terkecuali sejumlah itu saja. Dan mereka tidak boleh diwajibkan untuk membayarkan utang orang tuanya.”

Maksudnya, jika yang meninggal didalam situasi mempunyai utang adalah ayahnya dan utangnya lebih besar dari warisannya maka anak tidak diwajibkan untuk membayar utang ayahnya” (Al Qawa’idul Ushul Al Jami’ah, 195).

Sehingga menjadi tidak layak apabila seseorang beranggapan untuk berutang sebanyak-banyaknya, karena pun nantinya jika mati yang melunasi adalah keluarga. Hal ini tidak dibenarkan, karena keluarganya atau ahli warisnya tidak mempunyai kewajiban untuk melunasinya.

Hukumnya Mustahab (dianjurkan) untuk Melunasi Utang Orang Tua

Meskipun tidak wajib, hukumnya adalah mustahab atau disarankan bagi ahli waris. Terlebih bagi anak-anak dari orang yang meninggal tersebut untuk membayarkan utang orang tuanya.

Al Bahuti mengatakan:

فإن تعذر إيفاء دينه في الحال، لغيبة المال ونحوها استُحب لوارثه ، أو غيره : أن يتكفل به عنه

“Jika utang mayit tidak bisa dilunasi saat ia meninggal, karena tidak adanya harta padanya, atau karena lain, maka disarankan bagi ahli waris untuk melunasinya. Juga disarankan bagi orang lain untuk melunasinya” (Kasyful Qana, 2/84).

Sehingga orang yang meninggal bisa terbebas dari keburukan yang disebabkan karena utang mereka.

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

نَفْسُ الْـمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّىٰ يُقْضَى عَنْهُ

“Ruh seorang mukmin terkait karena utangnya sampai dilunasi” (HR. Tirmidzi no. 1078, dishahihkan Al Albani didalam Shahih At Tirmidzi).

Utang yang belum lunas ini juga bisa membuat ruh orang yang meninggal tergantung. Seperti yang dijelaskan oleh Al Mula Ali Al Qari:

فَقِيلَ: أَيْ مَحْبُوسَةٌ عَنْ مَقَامِهَا الْكَرِيمِ، وَقَالَ الْعِرَاقِيُّ: أَيْ: أَمْرُهَا مَوْقُوفٌ لَا يُحْكَمُ لَهَا بِنَجَاةٍ وَلَا هَلَاكٍ حَتَّى يُنْظَرَ، أَهَلْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ مِنَ الدَّيْنِ أَمْ لَا؟

“Sebagian ulama mengatakan: ruhnya tertahan untuk mendiami tempat yang mulia. Al Iraqi mengatakan: maksudnya, ia (di alam barzakh) didalam situasi terkatung-katung, tidak diakui sebagai orang yang selamat dan tidak diakui sebagai orang yang binasa sampai dicermati apakah masih ada utang yang sudah lunas atau belum?” (Mirqatul Mafatih, 5/1948).

Ash Shan’ani mengatakan:

وَهَذَا الْحَدِيثُ مِنْ الدَّلَائِلِ عَلَى أَنَّهُ لَا يَزَالُ الْمَيِّتُ مَشْغُولًا بِدَيْنِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ

“Hadits ini adalah di antara dalil yang memperlihatkan bahwa mayit terus berada didalam kerepotan karena utangnya, setelah kematiannya” (Subulus Salam, 1/469).

Akan tetapi ditegaskan sekali lagi, anak-anak atau ahli waris tidak mempunyai kewajiban membayar utang tersebut, hukumnya mustahab/dianjurkan saja. Oleh karena itu boleh juga dilakukan oleh orang lain yang tak hanya ahli waris. Sebagaimana Abu Qatadah dulu melunasi utang salah seorang kawan akrab yang meninggal.

Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu ia mengatakan:

تُوُفِّيَ رَجُلٌ مِنَّا, فَغَسَّلْنَاهُ, وَحَنَّطْنَاهُ, وَكَفَّنَّاهُ, ثُمَّ أَتَيْنَا بِهِ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقُلْنَا: تُصَلِّي عَلَيْهِ? فَخَطَا خُطًى, ثُمَّ قَالَ: أَعَلَيْهِ دَيْنٌ? قُلْنَا: دِينَارَانِ، فَانْصَرَفَ, فَتَحَمَّلَهُمَا أَبُو قَتَادَةَ، فَأَتَيْنَاهُ, فَقَالَ أَبُو قَتَادَةَ: اَلدِّينَارَانِ عَلَيَّ، فَقَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم أُحِقَّ اَلْغَرِيمُ وَبَرِئَ مِنْهُمَا اَلْمَيِّتُ? قَالَ: نَعَمْ, فَصَلَّى عَلَيْهِ

“Ada seorang laki-laki di antara kita meninggal dunia, lalu kita memandikannya, menutupinya dengan kapas, dan mengkafaninya. Kemudian kita berkunjung ke Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam dan kita tanyakan: Apakah baginda akan menyalatkannya? Beliau melangkah beberapa langkah sesudah itu bertanya: “Apakah ia mempunyai utang?”. Kami menjawab: Dua dinar. Lalu beliau kembali. Maka Abu Qatadah menanggung utang tersebut. Ketika kita mendatanginya; Abu Qotadah berkata: Dua dinar itu menjadi tanggunganku. Lalu Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Betul-betul engkau tanggung dan mayit itu terbebas darinya” (HR. Abu Daud no.3343, dihasankan Al Albani didalam Ahkamul Jana’iz hal. 27).

Jika kita telah mememahami penjelasan di atas, tentu kita akan mendapat pelajaran berkaitan bahaya berutang. Karena kala kita meninggal didalam situasi mempunyai utang, tidak ada orang lain yang berkewajiban membayarkan utang yang kita miliki.

 

Tips Melunasi Utang Orang Tua Lebih Cepat

Namun apabila kamu ingin mendukung orang tua didalam melunasi utang, kami memberikan beberapa tips supaya lebih cepat terbebas dari utang orang tua.

Berikut adalah beberapa cara cepat melunasi utang yang bisa kamu lakukan supaya bisa lepas dari jeratannya.

1. Catat Kembali Seluruh Utang yang Dimiliki

Pertama-tama kumpulkan tagihan utang yang orang tuamu miliki. Catat dengan teliti masing-masing nominalnya. Jangan lupa juga untuk mencatat masing-masing bunga yang dikenakan terhadap tunggakan tersebut.

Kemudian berikanlah prioritas terhadap utang dengan suku bunga yang lebih tinggi. Jika kamu telah menghitung utang yang tertunggak, kamu bisa mulai menyesuaikan berapa besar uang yang wajib dialokasikan untuk membayar utang ini.

Hal ini berfungsi supaya kamu bisa mengetahui sama juga dana yang harus digelontorkan, tanpa harus tercampur-aduk dengan dana tabungan dan juga beberapa pengeluaran yang lebih baik tidak dipangkas walaupun tengah terperangkap utang. Selanjutnya, walaupun kita tidak merekomendasikan ini, kamu bisa pula membayar dengan minimum payment waktu menabung untuk melunasi utang.

2. Kelola Gaji Bulanan dengan Baik

Setelah mengetahui jumlah utang, suku bunga, dan total uang yang dialokasikan untuk membayar utang tersebut, kamu bisa memulai cara selanjutnya. Kamu harus mulai membagi-bagi gaji per bulan untuk pos tabungan, pembayaran utang, dan juga pengeluaran-pengeluaran yang sudah pasti wajib ditekan.

Selalu pisahkan tabungan terlebih dahulu supaya kamu tetap mempunyai uang yang tersimpan di tabungan, setidaknya 30% dari pendapatan per bulan yang kamu dapatkan.

3. Cari Penghasilan Tambahan

Coba untuk mengecek kembali barang-barang di rumah yang barangkali telah tidak terpakai, tetapi masih bagus untuk dijual kembali. Saat ini telah banyak situs yang bisa kamu gunakan untuk menjual barang bekas. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan dana membayar utang yang masih tersisa.

Beberapa situs yang bisa kamu gunakan seperti Carousell, OLX, RajaJual, dll. Tidak hanya itu, kamu juga bisa mencari pekerjaan sampingan untuk meningkatkan pemasukan ya.

About Pher jaya

Check Also

Menikah Secara Siri dan Keuntungannya

Jasa Nikah Siri – Ketika ѕеbаgіаn оrаng bеrnіаt mеrауаkаn реrnіkаhаnnуа dаn mеmbаgіkаn mоmеn hаrі bаhаgіа …